Minggu, 02 Agustus 2015

Batur : Cita-cita Lama yang Akhirnya Terwujud

Cita-cita lama, mendaki batur memang pernah saya lakukan hampir 8 tahun lalu ketika lulus SMA, mengapa saya katakan akhirnya terwujud sebab ketika itu saya tidak berhasil mendaki sampai puncak dan baru kali ini lah hutang tersebut dapat saya bayar, luka yang berhasil disembuhkan atau semacam pekerjaan yang berhasil dituntaskan, begitu lah kira-kira rasanya. Berikut akan saya tuliskan pengalaman saya mendaki gunung Batur.



Hari itu Jumat tanggal 31 Juli 2015, saya bersama dua teman saya berangkat dari Singaraja menuju Kintamani sekitar pukul 16.30 wita. Menempuh perjalanan hampir 2 jam kami akhirnya tiba di Kintamani, untuk menyiapkan perbekalan kami pun mampir di Indomaret untuk sekedar membeli air mineral dan makanan ringan untuk asupan energi ketika mendaki nanti. Setelah perbekalan terasa cukup kami melanjutkan perjalanan menuju ke pos 1 pendakian gunung Batur yang jaraknya dari Indomaret sekitar 20 menit menuju ke bawah. Sesampainya disana kita diwajibkan melapor dan membayar sebesar 10 ribu per orang dan disana juga sudah tersedia semacam tempat beristirahat bagi pendaki yang ingin bermalam disana.

Semakin malam para pendaki semakin ramai berdatangan, saya yang mencoba untuk tidur akhirnya hanya bisa memejamkan mata tanpa bisa tidur nyenyak. Sekitar pukul 2 pagi sebagian pendaki berangkat menuju puncak Batur, semakin lama pendaki mulai berangkat kelompok demi kelompok. Sekitar pukul 2.30 karena tertular semangat para pendaki yang sudah berangkat akhirnya kami bersiap-siap juga, walau sebenarnya kami merencanakan berangkat pukul 3 atau 4 pagi.

Setelah bersiap-siap kami pun berenam berangkat menggunakan 4 motor menuju ke tempat parkiran motor dekat kaki gunung, jarak pos 1 dengan parkiran ini sekitar 1 km, bisa dilalui dengan berjalan atau menggunakan motor. Namun harus berhati -hati karena di beberapa bagian jalan terdapat pasir yang cukup dalam dan batu dan lubang yang cukup besar, diperlukan konsentrasi penuh untuk melaluinya. Dengan menggunakan motor kita hampir bisa menghemat waktu 30-45 menit.

Sehabis memarkirkan motor kami melanjutkan perjalanan sekitar 100 meter kearah atas menuju sebuah Pura dimana kami melakukan persembahyangan terlebih dahulu untuk memohon keselamatan, disini juga terdapat parkiran motor dimana sejumlah motor parkir disini, namun karena jalanan dari tempat parkir di bawah menuju ke tempat parkir ini menanjak dan sedikit berpasir kami memilih untuk tidak mengambil resiko. Setelah selesai mengaturkan persembahyangan kami pun akhirnya memulai perjalanan panjang nan menantang menuju puncak gunung Batur. Diawali dengan jalur jalan yang masih cukup bersahabat berupa batuan solid yang aman untuk dipijak, disini yang diperlukan hanyalah stamina dan pengaturan nafas, namun jika tidak kuat ada baiknya beristirahat setiap 5-10 menit. Jalur pendakian ini cukup curam dengan kemiringan yang mungkin 30-35 derajat jadi ada baiknya kita membawa sumber penerangan yang baik seperti senter dengan cahaya yang cukup bagus agar terhindar dari tersandung atau pun terjatuh. Kontur jalur pendakian seperti ini akan terus kita temui kira- kira sepanjang 700-950 meter ke atas, jadi sangat penting untuk membawa air yang cukup untuk mengganti cairan tubuh yang terbuang.

Setelah hampir 1 jam lebih mendaki saya akhirnya menemukan sebuah bangunan yang saya pikir adalah puncak gunung Batur, namun ternyata saya salah, bangunan itu adalah sebuah tanda dimana jalur pendakian berikutnya akan naik satu level dari normal menjadi hard. Mengapa saya katakan demikian karena selain kemiringannya bertambah menjadi 45 derajat kontur dari jalur tersebut adalah pasir dimana stamina yang dibutuhkan hampir 2 kali lipat dibanding jalur sebelumnya dengan kontur batu. Teman saya yang memang sudah berpengalaman untuk mendaki gunung Batur sepertinya sudah sampai puncak ketika saya tiba di bangunan ini.

Setelah beristirahat melepas lelah sekaligus mengisi kembali tenaga saya pun memutuskan untuk melanjutkan pendakian. Awalnya saya tidak pernah menduga jalur pendakian berikutnya akan sangat berbahaya karena saya sebelumnya hanya pernah mendaki gunung-gunung yang masuk level easy sampai normal seperti kawah ijen dan gunung Bromo. Jadi saya bisa merasakan dan harus memberikan apresiasi bagi para pencinta alam yang sudah menaklukan berbagai gunung di Indonesia, itu tidak mudah kawan. Setelah melanjutkan perjalanan sebentar saya menjumpai beberapa tenda-tenda yang sepertinya digunakan oleh pendaki untuk camping di sebuah area yang cukup luas untuk menampung sekitar 10 tenda kecil, tak jauh dari sana terdapat warung sederhana yang kemungkinan menjual minuman hangat dan makanan hangat seperti popmie dan lain-lain. Warung sederhana tersebut adalah penanda bagi petualangan sesungguhnya, dimulai dengan jalanan berpasir kemudian sedikit demi sedikit kemiringan pun bertambah dari sebelumnya 35 derajat menjadi 45-50 derajat. Disini sebenarnya ada dua jalur yaitu di kiri dengan batu yang bercampur pasir dan jalur kanan yang merupakan pasir murni. Saya sempat mengikuti bule lewat jalur kiri namun karena saya tidak kuat saya putuskan untuk turun dengan berseluncur yang sedikit membuat tangan lecet dan kemudian mencoba untuk melewati jalur sebelah kanan yang merupakan pasir utuh. Sempat mencoba sekitar 50 meter saya akhirnya menyerah dan sedikit merasa ragu untuk melanjutkan, selain tenaga dan stamina saya sudah hampir habis, resiko terjatuh juga menjadi pertimbangan. Kebetulan disana saya menemukan sebuah batu yang cukup besar yang bisa dibuat pijakan sembari saya memikirkan apa yang bisa saya lakukan untuk ke puncak. Batu itu terletak tepat di kanan pinggir jurang yang merupakan tempat yang tepat untuk mengumpulkan kembali stamina yang habis dan mengumpulkan keberanian yang tiba-tiba menghilang melihat tanjakan pasir di depan. Setelah satu jam dalam keraguan sembari menyantap roti dan meneguk air minum saya lalu mengencangkan tali sepatu dan memutuskan untuk lanjut menuju puncak. Keputusan yang tak akan pernah saya sesali seumur hidup karena tak lama setelah itu jalur pendakian kembali berubah menjadi bebatuan, pasir tersebut ternyata hanya sekitar 100 meter dari keseluruhan jarak pendakian yang hampir 2 km. Tak lama kemudian saya pun sampai puncak gunung Batur.








Setelah berfoto ria dan puas menikmati puncak gunung Batur kami berempat memutuskan untuk turun. Jalur penurunan berbeda dengan jalur pendakian, jalur penurunan jauh lebih sempit dan jurang disisi kiri dan kanan denagn jalan selebar 50 cm kita juga harus ekstra konsentrasi dan hati-hati kalau ingin melewatinya. Setelah hampir satu jam lebih tibalah kami di kaki gunung Batur. Bergegas kami menuju parkir motor dan kembali ke pos 1, sempat mandi air panas sejenak untuk mengurangi letih dan lelah kami pun berangkat kembali menuju Singaraja. Demikian lah tulisan ini saya buat, semoga berguna. Terima Kasih.



0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda